Selasa, 07 Juli 2020

Sekolah Bersama Teman Lewat Hutan dan Gunung


Air sungai tengah deras dan terhitung di dalam agar tak bisa di lewati dengan dengan dengan dengan cara kaki. Orang-orang berdiri di atas sepetak papan kayu yang mengantarkan mereka ke seberang. Malam di awalnya hujan mengguyur Desa Batu Sasak, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Air-air itu menjadikan permukaan sungai meninggi.Sungai ini mengantarai Dusun Sialang Harapan dengan dengan dengan dengan dusun lain di Desa Batu Sasak. Warga yang hendak ke kota atau sebaliknya, perlu menyeberangi aliran anak Sungai Kampar. Termasuk Arosel. Guru sekolah marginal atau SDN 010 Sialang Harapan ini perlu melintasi sungai untuk meraih sekolah tempatnya mengajar.

Kaki perempuan usia 37 th. itu berjingkat, sedikit melompat, menaiki rakit. Arosel mengangkat rok hitamnya di atas mata kaki. Postur ibu dua anak tersebut, mungil.Rok hitam ia padankan dengan dengan dengan dengan kemeja putih dan kerudung warna jambon and manik-manik di pinggirannya. Arosel telah siap sejak pukul 06.30 WIB. Siswanya bisa masuk kelas pukul 07.30 WIB. "Anak-anak itu semangat. Kadang kan kecuali anak hujan itu agak malas, sering mereka itu jalan kaki. Gurunya juga," tutur Arosel.

Guru dan murid sama-sama kepayahan sesampainya di sekolah. Terlebih kecuali hari hujan. Meski begitu, Arosel selalu mengusahakan sampai sekolah pas kala walau yang diajarnya hanya sedikit siswa.Sesampainya di kelas, Arosel mendapat siswanya dengan dengan dengan dengan sandal yang telah tak keruan bentuknya. Sudah berwarna cokelat tanah. Ada pula yang celananya dilipat sampai ke betis.

Arosel perlu hadapi banyak halangan di dalam perjalanan berasal berasal dari tempat tinggal menuju sekolah marginal Arosel perlu hadapi banyak halangan di dalam perjalanan berasal berasal dari tempat tinggal menuju sekolah marginal (CNN Indonesia/Safir Makki) Mereka sesungguhnya perlu lewat jalanan berbentuk tanah lempung diselingi bebatuan tak beraturan. Belum tersedia aspal di dusun ini. Setelah itu, usai berjuang di dalam perjalanan, Arosel terhitung perlu memaklumi situasi sekolah tempatnya mengajar. Kondisi sekolah sungguh mengkhawatirkan.

Banyak meja dan kursi yang reyot. Temboknya pun telanjang, agar lapisan batu bata muncul jelas. Bangunan sekolah marginal ini letaknya tak jauh berasal berasal dari hutan. Dari lubang jendela yang bolong karena tak berkaca, semak belukar dan pepohonan bisa terlihat.  Nyamuk pun bebas seliweran mengganggu siswa di kelas.
Namun, Arosel selalu impuls mengajar. Dia berkaca berasal berasal dari siswanya yang selalu inginkan menimba pengetahuan dengan dengan dengan dengan segala keterbatasan sekolahnya."Saya suka hadapi anak-anaknya. Mungkin suka kembali tu (karena) anak-anak yang sedikit itu, bukan banyak layaknya di sekolah induk," kata dia.

Arosel tinggal di Desa Batu Sasak dan perlu menuju Dusun Sialang Harapan untuk mengajar di sekolah marjinal. Ada banyak halangan yang perlu dihadapi untuk bisa sampai di sekolah.Demi mendapat ilmu, siswa sekolah marginal sering hadapi medan susah Demi mendapat ilmu, siswa sekolah marginal sering hadapi medan susah (CNN Indonesia/Safir Makki) Perjuangan mirip dirasakan Yanda Adelia Putri. Jika Arosel berangkat berasal berasal dari Desa Batu Sasak menuju Dusun Sialang Harapan, Yanda sebaliknya.Yanda menuju Desa Batu Sasak untuk bersekolah di SDN 010. Dia kini duduk di kelas 6. Saat kelas 1-4, dia menimba pengetahuan di sekolah marginal. Tak jarang Yanda melompati bebatuan besar untuk menyeberangi sungai. Itu bisa dilakukan disaat air tengah dangkal dan arus tak begitu deras.

Namun kala musim hujan, volume air meninggi. Dia tidak bisa kembali melompati bebatuan yang telah tertutup permukaan air. Satu-satunya cara adalah pakai rakit.Berbeda kembali kecuali berlangsung hujan tidak tersedia henti sampai mempunyai dampak banjir. Pernah suatu kali itu berlangsung pada 2015. Sekolah terpaksa libur karena sungai meluap.

"Susah tu, kecuali hari hujan tu belajarnya. Kalau banjir biasa, (meski) jalanan becek, selalu [pergi] sekolah. (Karena) Kami inginkan belajar," tutur dia.Walau banyak halangan yang perlu dia hadapi kala menuju sekolah, Yanda tak inginkan berhenti di tingkat SD. Dia inginkan lanjut ke SMP meski di desanya tak tersedia satuan pendidikan tingkat tersebut.

Dia bertekad masuk SMP di Desa Lipat Kain. Jarak yang bisa ditempuhnya tentu lebih jauh dibanding disaat bersekolah di tingkat SD. "Doakan Yanda di menerima di SMP ya, di Lipat Kain," tuturnya.Siswa sekolah marginal selalu antusias meraih pelajaran meski sering kepayahan untuk bisa sampai di sekolahSiswa sekolah marginal selalu antusias meraih pelajaran meski sering kepayahan untuk bisa sampai di sekolah (CNN Indonesia/Safir Makki) Tetap Semangat Belajar Sekolah marjinal, meski amat sederhana, selalu diisi dengan dengan dengan dengan situasi belajar yang kondusif. Siswanya antusias untuk menimba pengetahuan meski sering kepayahan disaat sampai di sekolah.

Saat CNNIndonesia.com berkunjung, siswa baru saja selesai menempuh ujian. Sedang tidak tersedia pelajaran yang dibahas.Para guru mengisi kala dengan dengan dengan dengan mengulas kembali pelajaran dengan dengan dengan dengan ringan. Ada soal nilai-nilai pancasila, menyanyikan lagu kebangsaan dan, hapalan surat-surat pendek Al Quran. Kebetulan semua siswa beragama Islam."Coba surat Al Ikhlas, siapa yang bisa?" Asmawati, guru sekolah marjinal, menanyakan kepada siswa.

Tawaran itu disambut acungan jari lebih berasal berasal dari satu anak. Sebagian besar hafal kala ditanya soal surat pendek. Begitu pun kala diminta menghapal Pancasila. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Riau, tersedia 62 grup belajar atau sekolah marginal yang menginduk ke 50 SD Negeri. SDN 010 Sialang Harapan hanya satu di antaranya.

Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Ahyu Suhendra mengakui hampir lebih berasal berasal dari satu besar sekolah marginal kondisinya selalu jauh berasal berasal dari layak sebagai tempat aktivitas belajar mengajar. Namun, dia tak bisa berbuat banyak."Saya rasa bisa saja hampir, selalu banyak (sekolah marginal) yang belum tersentuh. Karena apa, kami terhitung terbatas dengan dengan dengan dengan anggaran kami. Anggaran APBD," imbuhnya.

Bagikan

Jangan lewatkan

Sekolah Bersama Teman Lewat Hutan dan Gunung
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.